
KAIMANA,VK – Kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret salah satu oknum pejabat di lingkup Pemerintah Kabupaten Kaimana, sudah sampai juga ke telinga aktivis perempuan dan perlindungan anak Provinsi Papua Barat, Yuliana Numberi. Ibu Yuliana juga merupakan salah satu wanita Papua yang getol dengan aktivitas terkait kepentingan perempuan dan perlidungan anak di Papua Barat.
Dirinya juga adalah salah satu sosok yang juga ikut berjuang sejak tahun 2016, bersama dengan aktivis lainnya memperjuangkan adanya Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), yang dinilanya lebih melindungi kaum perempuan dan anak dalam hal kekerasan seksual.
Terkait dengan kasus pelecehan seksual yang terjadi di Kabupaten Kaimana, Yuliana Nmberi mengatakan bahwa, kasus ini unik dan perlu mendapatkan perhatian serius, baik dari pemerintah daerah maupun dari pihak aparat kepolisian, karena diduga ang melakukan pelecehan ini adalah oknum pejabat, yang dalam tanda kutip, harusnya lebih tahu dan paham tentang perbuatan asusila.
“Mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual, saya melihat dari berita yang diterbitkan oleh media online yang ada di Kaimana dan Papua Barat, bahwa keluarga korban sudah membuat laporan polisi terkait kasus ini, dan ada juga keluarga korban lainnya yang mengadukan kasus yang sama. Berarti sudah dipastikan korbannya tidak hanya satu orang,” ungkapnya.
Dirinya mengatakan bahwa, pihaknya memberikan apresiasi kepada keluarga korban yang berani menempuh jalur hukum, karena dampak dari pebuatan pelecehan seksual terhadap anak atau perempuan ini sangat besar dampaknya. “Ketika seorang korban atau keluarga korban melapor karena merasa tidak nyaman atas perbuatan yang dialaminya, maka penegak hukum harus menerima laporan itu dan melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus tersebut,” ujarnya.
Yuliana Numberi juga mengatakan bahwa, jika nanti penyelidikan dan penyidikan dan membenarkan bahwa salah satu korban adalah anak dibawah umur, maka Undang-Undang yang nantinya yang akan digunakan untuk menjerat pelaku, tidak hanya KUHP tetapi menggunakan juga Undang-Undang TPKS Nomor 12 Tahun 2022. “Oleh sebab itu, untuk menjawab masalah kasus-kasus pelecehan seksual yang sangat tinggi terjadi di Tanah Papua, maka pihak kepolisian, jangan hanya menggunakan KUHP, tetapi bisa juga menggunakan Undang-Undang baru tentang TPKS. Karena undang-undang ini sanksinya lebih berat, yang diharapkan bisa menjadi efek jera bagi pelaku kekerasan seksual, baik terhadap perempuan dan anak,” ujarnya.
Numberi juga mengatakan bahwa terduga pelaku dalam kasus ini adalah seorang pejabat daerah, sehingga tidak menutup kemungkinan, kasus ini terjad karena terkait juga dengan penyalahgunaan kedudukan dan wewenang pada saat menjabat.
Pada pasal 12 Undang-Undang TPKS mengatakan bahwa, setiap orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang, kepercayaan, perbawa yang timbul dari tipu muslihat atau hubungan keadaan, kerentanan, ketidaksetaraan, kertidakberdayaan, ketegantungan seserong, penjeratan hutang atau memberi bayaran atau manfaat dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan, atau memanfaatkan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari orang itu, yang ditujukan terhadap keinginan seksual dengannya atau dengan orang lain, dipidana karena eksploitasi seksual, dengan pidana penjara paling lama lima 15 tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 (Satu Miliar Rupiah).

“Melihat kondisi kita yang terjadi di Tanah Papua khususnya saat ini dengan kasus kekerasan seksual terhadap permpuan dan anak yang cukup tinggi, maka saya berharap kasus yang dilaporkan oleh keluarga korban di Kaimana ini, dilanjutkan sampai pada tahap putusan dipengadilan, sehingga ada efek jera juga bagi masyarakat yang lain, untuk lebih menghormati dan menghargai kaum perempuan dan anak di Tanah Papua,” ungkapnya.
Dirinya juga berpesan kepada kaum perempuan atau keluarga korban yang lainnya, untuk tidak takut mengadukan perbuatan ini kepada pihak berwajib, karena apa yang dilakukan ini sudah melampaui batas, jika perbuatan terduga pelaku ini menimpah lebih dari satu orang.
“Saya sebagai aktivis perempuan dari saya muda sampai sudah tua ini, saya berharap supaya jika masih ada korban lainnya, jangan takut untuk melaporkan hal ini kepada pihak berwajib, karena kita sebagai perempuan harus menjaga harga diri dan martabat kita. Saya siap mendampingi keluarga korban jiak mereka meminta saya untuk mendampingi mereka. Saya berharap pihak kepolisian juga bisa mendukung upaya pemerintah dan masyarakat untuk meminimalisir tingkat kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan di Tanah Papua ini,” pungkasnya. (edo)